Kamis, 29 Maret 2012

Tiga Kemungkinan

Pembacaan alkitab, yohanes 10:24-33

Jawab orang-orang
Yahudi itu “Bukan
karena suatu pekerjaan
baik maka kami mau
melempari Engkau,
melainkan karena
Engkau menghujat Allah
dan karena Engkau,
sekalipun hanya seorang
manusia saja, menjadikan
diri-Mu Allah”
(YOHANES 10:33)


B
anyak orang belum percaya, baik yang ada di luar maupun di dalam gedung gereja, mengakui Yesus sebagai nabi besar atau guru agung yang menolong umat manusia mengenal Tuhan dan hidup lebih baik. Setujukah Anda?

Bacaan hari ini memuat salah satu percakapan Yesus dengan orang-orang pada zamannya. Saat itu bangsa Yahudi berada dalam kungkungan penjajah Romawi dan sangat menantikan pembesasan oleh Mesias yang dijanjikan Tuhan. Melihat hikmat dan pekerjaan Yesus yang luar biasa, mereka sangat penasaran apakah Yesus adalah Mesias itu (ayat 24). Jawaban Yesus sangat menggoncangkan, sampai-sampai mereka mau melempari-Nya dengan batu (ayat 31). Mengapa? Karena Yesus menyatakan diri sebagai Tuhan (ayat 33) dengan mengatakan bahwa pekerjaan-Nya menyaksikan ketuhanan-Nya (ayat 25), Dia dapat memberi dan menjamin hidup kekal (ayat 28-29), Dia dan Tuhan adalah satu (ayat 30). Orang-orang yang mendengarkan tidak dapat mengambil posisi netral. Jika pernyataan-Nya keliru, itu berarti penghujatan yang harus dihukum rajam. Jika pernyataan-Nya benar, artinya mereka harus menyembah Dia sebagai Tuhan.

C.S. Lewis menyimpulkan bahwa seorang manusia biasa yang berkata-kata seperti Yesus pastilah bukan nabi besar atau guru moral yang agung, karena tokoh yang demikian tak mungkin mengaku sebagai Tuhan. Bisa jadi ia orang gila, atau ia seorang penipu. Mungkinkah Yesus tidak waras? Seorang pembohong besar? Atau...Dia benar Tuhan yang layak mendapatkan penghormatan dan penyembahan kita secara total? Menurut Anda, siapakah Yesus, dan bagaimana Anda seharusnya bersikap terhadap-Nya?



Pengakuan kita tentang siapa Yesus
akan memengaruhi sikap kita kepada-Nya.

  

Rabu, 28 Maret 2012

Pengenalan yang Menghangatkan

Pembacaan alkitab, yohanes 4:1-24

Tetapi saatnya akan
datang dan sudah
tiba sekarang, bahwa
penyembah-penyembah
benar akan menyembah
Bapa dalam roh dan
kebenaran; sebab Bapa
mencari orang-orang
yang menyembah Dia
secara demikian
(YOHANES 4:23)


S
eorang perempuan Samaria yang kemungkinan besar adalah pelacur terlibat percakapan dengan Tuhan Yesus. Uniknya ia menunjukkan ketertarikan akan perkara-perkara rohani dengan menanyakan tentang tempat penyembahan yang benar (ayat 20). Entah hanya karena iseng atau hal tersebut sudah lama ada di benaknya, percakapan tersebut membawanya kepada pengetahuan yang benar akan Allah.

Yesus tidak menyebutkan tempat tertentu Dia lebih tertarik mengajar tentang penyembahan yang benar, yaitu penyembahan dalam roh dan kebenaran (ayat 23-24). Yesus lalu menjelaskan maksud-Nya. Kita menyembah dalam roh, karena Allah adalah Roh. Roh kita diciptakan untuk bergaul dengan Penciptanya, sehingga hubungan kita dengan Tuhan itu lebih penting daripada sekadar ritual atau liturgi; lebih penting daripada soal tempat, waktu atau hal-hal fisik. Kita juga harus menyembah dalam kebenaran. Kita harus belajar dari Firman Tuhan tentang siapa dan seperti apa Allah yang kita sembah, bukan membuat gambaran Allah seturut apa yang kita inginkan sendiri.

Seringkali kita lebih suka berada di salah satu kubu. Entah di kubu yang menekankan kehangatan hubungan dengan Tuhan, tetapi mendefinisikan Tuhan menurut pengertian sendiri, atau di kubu yang menekankan pentingnya pengenalan akan Allah tanpa pernah membangun kehangatan hubungan dengan-Nya. Biarlah kekariban bersama Allah mendorong kita untuk semakin mengenal Dia. Dan, biarlah pemahaman kita yang makin dalam akan Allah menghangatkan terus persahabatan kita dengan-Nya.






Makin kenal, makin kita bergairah menyembah Tuhan;
Makin menyembah, makin berhasrat kita mengenal-Nya.

Selasa, 27 Maret 2012

Doa Vs. Mantra

Pembacaan alkitab, matius 7:7-11

Jadi, jika kamu yang
jahat tahu memberi
pemberian yang baik
kepada anak-anakmu,
apalagi Bapamu yang
di surga! Ia akan
memberikan yang baik
kepada mereka yang
meminta kepada-Nya
(MATIUS 7:11)


D
alam hikayat 1000 Malam dikisahkan tentang Alibaba yang menjadi kaya gara-gara menemukan mantra untuk membuka gua berisi harta yang disimpan para penyamun. Siapapun orangnya, yang penting ia mengucapkan mantra dengan benar, akan dapat membuka atau menutup gua tersebut, dan tentunya menikmati harta yang tersimpan di dalamnya.

Ketika Yesus mengajar para murid-Nya, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu, “apakah Dia juga sedang mengajarkan bahwa doa itu bekerja seperti mantra? (ayat 7-8). Ayat 9-11 memberitahukan bahwa poin sebenarnya adalah Yesus sedang mendorong dan menolong setiap orang percaya untuk berdoa secara benar. Pertama, kita berdoa karena kita ini anak-anak Allah. Doa merupakan sarana berkomunikasi dan sarana meminta kepada Bapa di Surga. Yesus mendorong kita untuk berani menyapa dan meminta. Kedua, kita berdoa karena Allah sendiri yang meminta kita berdoa. Dia selalu mendengar dan menjawab doa. Tidak selalu jawaban-Nya itu tepat seperti yang kita minta, tapi kasih-Nya yang sempurna menjamin pemberian terbaik untuk anak-anak-Nya.

Kita hidup di zaman yang serba mudah dan cepat, tetapi doa sama sekali bukan mantra yang menjamin terkabulnya semua keinginan kita. Mari bertekun melakukan bagian kita: meminta, mencari, mengetuk. Katakan kepada Allah segala kebutuhan maupun isi hati kita (bandingkan: Filipi 4:6; Mazmur 62:9). Dia dalam keinginan untuk memuliakan Allah, mungkin kita keliru meminta batu atau ular. Namun di dalam hikmat-Nya selalu roti dan ikan yang diberikan-Nya!








Mantra kabulkan hal baik maupun buruk yang kita minta.
Doa menjamin hanya hal-hal terbaik kita terima dari Bapa.

Minggu, 25 Maret 2012

Blind Spot

Pembacaan alkitab, lukas 15:11-32

Kata ayahnya
kepadanya: Anakku,
engkau selalu bersama-
sama dengan aku,
dan segala milikku
adalah milikku
(lukas 15:31)


K
aca spion menolong kita melihat kendaraan lain di belakang tanpa perlu menoleh. Namun, ada area dalam jarak tertentu yang tak bisa dilihat lewat kaca spion-disebut “titik buta” (blindspot). Satu-satunya cara untuk melihatnya hanyalah dengan menoleh. Sesuatu di area “titik buta” harus selalu kita tengok dengan sadar, bersengaja, dan waspada. Baru kita bisa melihatnya ada.

Jarak yang dekat seyogianya membuat sesuatu lebih mudah dilihat. Namun, nyatanya tak selalu demikian. Sesuatu yang dekat kadang kala justru menjadi “titik buta”- yang kerap luput dari pengamatan. Hal itu pula yang dialami oleh si anak sulung dalam perumpamaan Tuhan Yesus. Kedekatan si sulung dengan sang ayah tak lantas membuatnya sanggup “melihat” kasih dan kebaikan hati sang bapa (ayat 29-30). Ia adalah anak-yang juga memiliki apa yang dimiliki sang bapa (ayat 31), tetapi ia punya “titik buta” akan kebaikan bapanya. Ia pun terkejut saat kebaikan itu dilimpahkan kepada si adik yang pulang dari ketersesatannya (ayat 30). Padahal kebaikan yang sama telah tersedia baginya tiap hari –begitu dekat.

Apakah tanpa sadar kita menjadi seperti si sulung-mengalami anugerah dan berkat dalam keseharian: udara sejuk, panca indera yang berfungsi normal, orang tua, saudara, anak, tempat tinggal, tenaga dan kendaraan  untuk bekerja, kesempatan bersekolah, rasa kantuk dan tempat tidur, tetapi lupa melihat dan mensyukuri Sang Pemberi. Mungkin saja Dia yang begitu dekat tak lagi kita rasakan kehadiran-Nya. Lalu penyertaan-Nya kita anggap bukan lagi hal yang istimewa. Sadari dan nikmatilah waktu-waktu Anda di dekat-Nya dan bersyukurlah.






Tuhan hadir begitu dekat;
lihat dan nikmatilah kesempatan bersama-Nya tanpa terlewat.



Jumat, 23 Maret 2012

Bertanya Kepada Tuhan

Pembacaan alkitab, 1 tawarikh 14:8-17

Allah akan
menerobos musuhku
dengan perantaraanku
seperti air menerobos
(1 TAWARIKH 14:11)


S
etiap orang selalu menginginkan keberhasilan dalam hidupnya, Dan, kunci untuk menggapai keberhasilan, misalnya dengan belajar tekun serta bekerja keras. Itu sajakah? Mari melihat pengalaman Daud dan mengamati apa yang menjadi kunci keberhasilannya.

Kabar penobatan Daud menjadi raja telah sampai di telinga orang Filistin dan mereka berencana menangkap Daud. Peperangan bukanlah hal baru bagi Daud; kemenangan-kemenangan telah banyak ia raih. Wajar jika ia, dengan percaya diri dan dengan mengandalkan strategi perang yang ia pelajari, maju bersama pasukannya. Namun, tidak demikian ceritanya. Dalam dua kesempatan berbeda, Daud selalu bertanya kepada Allah sebelum berperang (ayat 10,14) dan kemudian menjalankan apa yang telah diperintahkan-Nya (ayat 11,15). Usai kemenangan gemilang yang pertama, mengalir pengakuan dari mulut Daud: “Allah telah menerobos musuhku dengan perantaraanku seperti air menerobos “ (ayat 11). Ia mengaku bahwa ia hanyalah perantara. Allah-lah yang menerobos di antara kekuatan lawan; masuk seperti air. “Bertanya kepada Tuhan” bukanlah formula keberhasilan. Dengan bertanya, sesungguhnya Daud tengah menundukkan diri pada kuasa-Nya, mengikuti cara Tuhan, dan mengandalkan-Nya.

Dalam menjalani hidup, kita kerap dihadapkan pada pilihan, keputusan, dan tantangan yang tak gampang. Apakah kita berdoa dan bertanya kepada Tuhan saat menghadapi semua itu? Lebih jauh lagi, apakah dengan bertanya kepada-Nya, kita juga tengah mengalas hati dengan penundukan diri dan kesepian diri menjalani perintah-Nya menurut cara ketaatan untuk menjalankan perintah itu.



Bertanya dan mencari kehendak Tuhan
berarti mempersilakan Dia memimpin di depan.

Selasa, 20 Maret 2012

Sebulat-bulat Hati

Pembacaan alkitab, ulangan 6:1-15

Kasihilah TUHAN,
Allahmu, dengan
segenap hatimu dan
dengan segenap
jiwamu dan dengan
segenap kekuatanmu
(ULANGAN 6:5)


S
eperti gereja saat ini yang memiliki Pengakuan Iman, orang Yahudi pun demikian. Pengakuan iman mereka singkat, padat, bernas: “Dengarlah Israel, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa”. Dalam istilah Ibrani ini disebut: Shema Yisarel (Dengarlah hai Israel). Melaluinya, umat senantiasa diingatkan untuk tidak menduakan Tuhan, hanya Dia satu-satunya yang mutlak disembah.

Bagimana penerapannya? Kesederhanaan jawaban Alkitab mungkin agak mengejutkan: “Kasihilah Tuhan....” (ayat 4). Ya! kasihilah Tuhan, itu buktinya. Namun tentunya tidak dengan sembarangan, melainkan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan. Kata orang Jawa, kanthi gumo longing manah: dengan sebulat-bulat hati! Ketika Firman ini di samapaikan, Israel tidak sedang dalam penindasan sehingga perlu diingatkan untuk tidak meninggalkan Tuhan. Mereka sedang bersiap memasuki negeri perjanjian yang subur dan makmur. Namun justru tepat di saat itu Tuhan berseru: Hati-hati! Di tempat yang berlimpah berkat jasmani, manusia cenderung melupakan Tuhan (ayat 10-150.

Ya, mengutamakan Tuhan bisa jadi lebih sulit ketika hidup lancar dan berkat melimpah. Mengasihi Dia dengan segenap hati bisa jadi lebih sukar ketika banyak hal begitu menyenangkan dan menguasai wilayah hati kita. Dalam konteks inilah syahadat Israel tadi kembali menjadi penting: Tuhan itu Allah kita. Tuhan itu esa! Harta dan kenikmatan bukan Allah kita! Pasangan atau anak bukan Allah kita! Hobi dan pekerjaan bukan Allah kita! Anda bisa meneruskan daftarnya. Kasihilah Tuhan dengan sebulat-bulat hati, bukan sebagian saja.






Tuhan tidak minta kita mengasihi-Nya dengan segenap besar hati
Tuhan minta kita mengasihi Dia dengan SEGENAP hati.


Sabtu, 17 Maret 2012

Cermin Allah

Pembacaan alkitab, 2 korintus 3

Kita semua
mencerminkan kemuliaan
Tuhan dengan muka
yang tidak berselubung.
Karena kemuliaan itu
datangnya dari Tuhan
yang adalah Roh, maka
kita sedang diubah
menjadi serupa dengan
gambar-Nya, dalam
kemuliaan yang
semakin besar
(2 KORINTUS 3:18)


M
endengar “Just Do It”kita teringat pada sepatu olahraga Nike. Mendengar “Enak Dibaca dan Perlu” kita teringat pada majalah berita mingguan Tempo. Mendengar “Life Is Good” kita teringat pada produk elektronik LG. Kita mengenal produk-produk yang diiklankan, tetapi biasanya tidak tahu orang atau agen periklanan yang mencetuskan kalimat pengingat yang mewakili produk tersebut.

Seperti peran agen periklanan bagi produk iklannya, demikianlah kira-kira peran kita bagi Allah. Paulus menggambarkannya sebagai “mencerminkan kemuliaan Tuhan”. Dalam terjemahan lain, misalnya versi King James, dikatakan “memandang kemuliaan Tuhan seperti di dalam cermin”. Manakah yang betul? Paulus memakai istilah bahasa Yunani katoptrizomai  yang dapat diartikan keduanya. Ia mengacu pada pengalaman Musa di Gunung Sinai. Di atas gunung, Musa memandang sekilas kemuliaan Allah. Ketika ia turun dari gunung, “cahaya muka Musa begitu cemerlang, sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya” (ayat 7). Dengan memandang kemuliaan Tuhan, kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya.

Paulus hendak mendorong kita untuk hidup berpusat pada Tuhan. Kita memandang Tuhan antara lain dengan meluangkan waktu untuk bersekutu secara pribadi dengan Dia. Selanjutnya, dalam interaksi keseharian dengan sesama, kita mesti mencerminkan kemuliaan Tuhan melalui sikap, pikiran, ucapan, dan tindakan kita.


Memandang kemuliaan Allah dan memancarkannya
adalah kebahagiaan tertinggi bagi manusia.

Jumat, 16 Maret 2012

Penyertaan Sepanjang Masa

Pembacaan alkitab mazmur 71

...juga sampai masa
tuaku dan putih
rambutku, ya Allah,
janganlah meninggalkan
aku, supaya aku
memberitakan kuasa-Mu
kepada angkatan ini,
keperkasaan-Mu kepada
semua orang yang
akan datang
(MAZMUR 71:18)


K
akek saya telah menginjak usia 94 tahun. Beliau sudaj sedemikian pelupa; lupa jam, lupa hari, lupa nama orang, dan lupa makan. Namun, satu hal yang saya kagumi darinya: ia tidak pernah lupa berdoa makan dan tidur-baik sebelum maupun sesudah. Isi doanya pun sangat menarik. Beliau bukan meminta sehat serta limpahan berkat, melainkan doa syukur karena masih dibangunkan lagi serta doa permohonan agar penyertaan Tuhan senantiasa mengiringnya dan keluarga.

Mazmur yang kita baca hari ini secara indah menggambarkan bagaimana Tuhan menyertai kita sepanjang usia. Pemazmur menaruh kepercayaannya kepada Tuhan sejak masa muda. “Ya Tuhan, hanya Engkaulah harapanku. Sudah sejak kecil aku mempercayakan diriku kepada-Mu” (ayat 5 FAYH). Dan, keyakinan akan penyertaan Tuhan yang mengiringi langkah sejak ia muda, terus ia rasakan meski kekuatannya mulai habis (ayat 9) dan rambut mulai memutih (ayat 18). Kesadaran tersebut juga mengarahkan keyakinannya bahwa penyertaan Tuhan sampai masa tua juga berarti sebuah penugasan: supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua orang yang akan datang (ayat 18).

Hingga hari ini, setiap kali melihat kakek berdoa, saya terus diingatkan mengenai penyertaan Tuhan atas manusia yang rapuh. Juga, mengenai tugas saya emban: bahwa setiap kesempatan untuk menghirup udara hari demi hari adalah kesempatan untuk menikmati anugerah penyertaan-Nya; juga, kesempatan untuk memuliakan dan mengenalkan kemuliaan Tuhan kepada makin banyak orang. Bagaimana dengan Anda?

Penyertaan sepanjang masa ialah anugerah istimewa dari-Nya
supaya kita menyatakan kemuliaan-Nya sepanjang usia kita.




Membaca Adikarya

Pembacaan alkitab, yesaya 6

Dalam tahun matinya
raja Uzia aku melihat
Tuhan duduk di atas
takhta yang tinggi
dan menjulang,
dan ujung jubah-Nya
memenuhi Bait Suci
(YESAYA 6:1)


S
 aya takjub ketika membaca Les Miserables karya Victor Hugo, salah satu novel terbaik sepanjang masa. Penggambaran watak tokohnya amat detail dan konfliknya begitu memikat. Pengalaman itu mengajarkan paling tidak dua hal. Pertama, kerendahan hati: kecil sekali kemungkinannya saya mampu menggarap karya seelok itu. Kedua, meningkatkan citarasa sastrawi, membuat saya ingin membaca lebih banyak adikarya lainnya.

Yesaya mengalami hal yang jauh lebih hebat dari membaca novel adikarya: ia memandang kemuliaan Tuhan! Dan, pengalaman dahsyat itu mengubah hidupnya secara radikal. Menyaksikan kemuliaan Tuhan Yang Mahakudus, segera ia tersadar akan kenajisannya sebagai makhluk berdosa (ayat 5). Syukurlah, kemuliaan Tuhan itu sekaligus menjadi jawaban bagi keberdosaannya: perjumpaan ilahi itu menyucikan dirinya (ayat 6-7). Berbekal pengudusan dan kerendahan hati, Yesaya pun siap menjadi utusan Tuhan (ayat 8), menjalankan amanat yang Dia berikan (ayat 9-13).

Bagaimana kita melawan dosa? Cobalah membaca satu atau beberapa ayat yang memaparkan kemuliaan Tuhan. Hapalkanlah. Renungkanlah. Yakinilah kebenarannya. Biarlah Firman itu memenuhi pikiran dan hati kita. Mintalah pertolongan Roh Kudus untuk mengingatnya kembali di tengah kesibukan sehari-hari dan memunculkan ide untuk menerapkannya. Firman itu akan meningkatkan citarasa rohani kita; menguatkan kita untuk menepiskan tipu daya dosa; membuat kita lebih merindukan kemuliaan Tuhan daripada kesenangan duniawi; kemudian siap menjadi utusan-Nya.


Perjumpaan dengan kemuliaan Tuhan
melemahkan daya pikat dosa dalam hidup kita.

Senin, 12 Maret 2012

Wajah Tuhan

Pembacaan alkitab mazmur 27

Hatiku mengikuti
firman-Mu:
"Carilah wajah-Ku";
maka wajah-Mu
kucari, ya TUHAN
(MAZMUR 27:8)



S
etelah beberapa jam melintasi kepadatan lalu lintas Jakarta, akhirnya sampai jugalah saya di bandara. Sambil bergegas check in, terbayang wajah kecewa Sam, anak saya yang berumur tiga setengah tahun, yang beberapa hari ini saya tinggalkan di rumah. Saya batal membelikannya oleh-oleh dari outlet  yang ada di bandara, karena nyaris ketinggalan pesawat. Penjelasan apa yang harus saya katakan? Namun, kekhawatiran saya rupanya tidak menjadi kenyataan. Begitu Sam melihat saya dari pintu kedatangan, ia langsung menghambur lari melewati petugas, dan melompat ke dalam pelukan saya. “Sam kangen papa,” katanya. Betapa senangnya mengetahui bahwa kehadiran saya menjadi hadiah yang lebih berharga daripada semua oleh-oleh yang bisa saya bawa.

Kehadiran Tuhan. Wajah Tuhan. Itulah yang menjadi kerinduan dan pencarian Daud. Jika boleh meminta satu hal saja, Daud tahu hal teramat berharga yang paling diinginkannya: kehadiran Tuhan dalam hidupnya (ayat 4). Di dalam hadirat Tuhan, ada penyertaan, perlindungan, pembelaan, kesukaan, kebaikan, kekuatan (ayat 1-6,13-14). Hal mengerikan yang paling ditakutkan Daud: Tuhan menyembunyikan kehadiran-Nya (ayat 9).

Berapa banyak Anda menghargai dan menginginkn Tuhan dalam hidup Anda? Adakah hal-hal lain yang sedang Anda cari lebih dari keintiman dalam hadirat-Nya? Ataukah berkat-berkat Tuhan, yang Anda nanti-nantikan namun tidak kunjung tiba, menjadikan Anda kecewa dan meninggalkan-Nya? Carilah (kembali) wajah-Nya, dan melompatlah ke dalam pelukan-Nya, di mana kerinduan Anda dan kerinduan Tuhan berjumpa.




Apakah kita mencari tangan Allah, untuk melihat apa yang
Dia berikan kepada kita? Atau kita mencari wajah Allah, untuk
bersukacita dalam kehadiran-Nya?