Pembacaan
alkitab, lukas 23:26-32
Yesus
berpaling kepada
mereka dan
berkata:
“Hai
puteri-puteri
Yerusalem,
ianganlah
kamu
menangisi Aku,
melainkan
tangisilah
dirimu
sendiri
dan
anak-anakmu!”
(LUKAS 23:
28)
M
|
enjelang Paskah,
biasanya saya sibuk dengan berbagai persiapan perayaan, termasuk latihan drama
tentang penyaliban Yesus yang catatannya kita baca hari ini. Sambil berlatih
saya membayangkan kondisi Yesus saat itu. Setelah pergumulan rohani yang berat
di Getsemani tanpa tidur sedikit pun, setelah semua penderitaan fisik dan
mental di depan pengadilan, tentulah tubuh yang penuh luka-luka itu sangat
lelah dan lemah. Mungkin karena itu Dia tidak kuat memikul salib-Nya, dan Simon
dari Kirene ditarik untuk membantu.
Isak tangis
para pengikut Yesus mengiringi Perjalalanan-Nya menuju Bukit Tengkorak. Yang
mengejutkan, Yesus menegur meraka agar tidak menangisi diri-Nya, tetapi diri
sendiri (ayat 28), karena Yerusalem akan ditimpa kehancuran dahsyat sebagai
akibat penolakan Israel terhadap Yesus. Begitu parahnya keadaan saat itu
sehingga seorang ibu mandul, yang oleh
bangsa Israel dianggap kena kutuk, akan mensyukuri keadaannya sebab ia tidak
perluh melihat penderitaan anaknya dalam masa sulit itu (ayat 29).
Teguran ini
mengingatkan bahwa tak cukup kita sekadar bersimpati pada kedahsyatan
penderitaan yang ditanggung Yesus. Penderitaan-Nya seharusnya membangkitkan
kearifan tentang betapa lebih mengerikan penderitaan orang yang tidak hidup serasi
dengan salib Yesus. Mereka tidak mungkin luput dari murka Allah. Siapakah
orang-orang itu? Mungkin diri kita sendiri. Mungkin kerabat atau sahabat kita.
Menyalibkan dosa berarti memilih untuk diperdamaikan dengan Tuhan. Sudakah kita
melakukannya, atau mendorong orang lain mengambil langkah yang sama? Selamat
menyalibkan dosa!
Salib Yesus mendamaikan Allah dengan Manusia.
Tidak ada jalan damai lainnya.