Minggu, 17 Maret 2013

Milik Pusaka


Pembacaan alkitab, mazmur 127

Sesungguhnya, anak-
anak lelaki adalah
milik pusaka dari pada
Tuhan .... Seperti
anak-anak panah di
tangan pahlawan,
demikianlah anak-
anak pada masa muda
(MAZMUR 127:3-4)
Saya merasa sangat beruntung memiliki ibu yang begitu mengasihi saya. Saya sering teringat kisahnya, bahwa ia mendoakan saya sejak saya dalam kandungan---sejak mengetahui dirinya hamil. Mendengarnya, saya merasa begitu berharga. Kehadiran saya dirancang baik dan diinginkan. Selain itu, saya mengenal kebenaran Alkitab dari didikan dan disiplin yang diterapkan ayah saya. Melalui doa dan didikan mereka, saya merasakan secara nyata kehadiran Tuhan dalam hidup.

Sikap orangtua saya sama seperti kata Alkitab: anak adalah anugerah, milik berharga karunia Allah, bukan hasil karya ataupun prestasi orangtua. Seperti mata pencarian kita (ayat 2), sia-sialah kita berupaya untuk memperolehnya jika itu tak diberikan kepada kita. Namun, ibarat anak panah (ayat 4), anak perlu dilatih dan diasah sejak kecil agar mencapai sasaran hidupnya. Ada kalanya anak perlu mendapat teguran, bahkan juga hukuman (lihat Amsal 29:15). Jika itu dilakukan, ketika anak dewasa kelak, orangtuanya takkan malu di hadapan musuh (ayat 5). Siapakah musuh kita? Musuh kita bukan lagi dalam pengertian fisik, melainkan rohani, yakni Iblis dan bala tentaranya (lihat Efesus 6:12).

Dengan sikap bagaimanakah kita memandang anak? Bagaikan beban yang merepotkan atau merupakan anugerah Tuhan yang kita syukuri? Menghargai anak bukan saja kewajiaban orangtua, melainkan keharusan bagi setiap orang percaya. Dalam bentuk tindakan kita, kita menghargai anak ketika kita mendidik dan mengajarkan kebenaran kepada mereka---membawa mereka mengenal dan mencintai Tuhan sejak dini.



Hargai anak sebagaimana Tuhan menghargai mereka.
Arahkan anak pada tujuan hidup untuk memuliakan Tuhan.


Tak Bisa Dibungkam


Pembacaan alkitab, kisah para rasul 4:1-22

Sebab tidak mungkin
bagi kami untuk tidak
berkata-kata tentang
apa yang telah kami
lihat dan dengar.
(KISAH PARA RASUL 4:20)
Jika menonton film yang bagus, saya akan bersemangat memujinya di Facebook, di Twitter, atau menulis ulasan di blog. Saya akan menjadikannya bahan obrolan, menyarankan teman untuk menontonnya, dan suatu saat menontonnya lagi---mungkin sampai berulang-ulang. Hal serupa bisa berlaku untuk buku, lagu, gadget, makanan, tempat wisata, atau berbagai produk lain. Tanpa disuruh-suruh,kita cenderung menjadi “juru iklan” bagi produk yang kita sukai.

Petrus dan Yohanes bukan hanya menemukan produk yang menyenangkan. Mereka berjumpa dengan Pribadi yang mengubahkan hidup mereka. Mereka mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya; dan Petrus menyangkal-Nya menjelang peristiwa penyaliban-Nya. Akan tetapi, Dia bangkit, menguatkan mereka, naik ke surga, dan mencurahkan Roh Kudus-Nya atas mereka, mengubah mereka dari orang-orang pengecut menjadi pemberita kabar baik yang gigih dan berani (ayat 13). Mereka juga diberi kuasa untuk mengadakan mukjizat seperti Sang Guru. Itu semua membuat mereka tak bisa dibungkam sekalipun dilarang dan diancam oleh sidang mahkamah agama di Yerusalem (ayat 20). Mereka terus memberitakan kabar baik yang telah mereka lihat dan mereka dengar apa pun risikonya.

Bersaksi, dengan demikian, bukanlah suatu program pelayanan, melainkan buah dari perjumpaan dengan Tuhan. Berdoalah agar Tuhan membukakan mata dan telinga hati Anda sehingga Anda dapat mengalami kebaikan-Nya dalam firman-Nya dan dalam pengalaman keseharian. Tanpa disuruh-suruh, Anda akan terdorong untuk menceritakan kebaikan-Nya itu kepada orang lain.



Untuk menjadi saksi bagi Tuhan,
kita perlu mengalami perjumpaan dengan Dia.


Sabtu, 16 Maret 2013

Bodoh di Mata Tuhan


Pembacaan alkitab, 2 tawarikh 16:1-14

Dalam hal ini engkau
telah berlaku bodoh,
oleh sebab itu mulai
sekarang ini engkau akan
mengalami peperangan.
(2 TAWARIKH 16:9B)
Kisah Raja Asa sangat menarik untuk dicermati. Dalam dua pasal sebelumnya kita membaca riwayat hidupnya yang benar di hadapan Tuhan. Sebab itu, ia karuniai kemenangan atas musuh serta keamanan di seluruh penjuru negeri yang dipimpinnya. Namun, pasal yang kita baca hari ini memperlihatkan “kegagalan” Asa. Mengapa bisa gagal? Bukankah sebelumnya dicatat bahwa hati Asa tulus ikhlas di hadapan Tuhan?

Kegagalan Asa tampaknya sepele. Bahkan, di mata manusia, kelihatannya ia pintar. Ia tak mau repot menghadapi musuh, jadi ia bernegosiasi dengan raja Aram untuk melakukannya. Musuhnya mundur dan Asa beroleh banyak bahan bangunan untuk memperkuat kota-kota pertahanannya. Taktik yang cerdik bukan? Namun, Tuhan menyebutnya “bodoh” (ayat 9). Dulu, Asa mengandalkan Tuhan saat menghadapi musuh yang jauh lebih besar (ayat 8). Kini, ia menggunakan perbendaharan rumah Tuhan untuk membeli pertolongan manusia (ayat 2). Ketika ditegur, Asa sakit hati. Mungkin ia merasa telah giat bagi Tuhan di masa lalu. Masakan sekarang Tuhan tega menghukumnya? Bukannya berbalik pada Tuhan, ia mengulangi kebodohan yang sama saat sakit melanda. Ia tidak mencari pertolongan Tuhan, tetapi manusia (ayat 12). Menyedihkan.

Kehidupan Asa cermin bagi kita semua. Mengandalkan Tuhan jangan sampai hanya menjadi kisah masa lalu yang indah. Mari berharap kepada-Nya selalu, bahkan dalam hal-hal “bodoh” yang kita lakukan, biarlah kita tidak menjadi pahit dan menjauhi pertolongan-Nya. Datanglah kepada-Nya dengan hati yang hancur, dan mohonlah pembentukan-Nya agar kita dapat kembali hidup berkenan kepada-Nya.



Giat bagi Tuhan tak berarti jika abaikan Dia
dengan andalkan manusia.


Galau


Pembacaan alkitab, 1 tesalonika 3:1-13

Itulah sebabnya, ketika
tidak dapat tahan lagi,
aku mengirim dia,
supaya aku tahu tentang
imanmu, karena aku
khawatir kalau-kalau
kamu telah dicobai oleh
si penggoda dan kalau-
kalau usaha kami
menjadi sia-sia.
(1 TESALONIKA 3:5)
Galau. Ini istilah yang ingin menunjukkan sebuah perasaan yang tidak keruan, tidak tenang, atau risau, apapun penyebabnya. Ketika seseorang menjumpai sebuah kondisi yang membuat ia merasa tak keruan dan tak tenang, sepertinya ia berhak merasa galau. Namun, mungkin saja setelah ditelusuri, sebenarnya rasa galau bisa berasal dari hal yang sangat sepele dan kurang tepat dijadikan penyebab kegalauan.

Paulus pernah galau dan itu sangat memengaruhi perasannya. Namun, kegalauan itu tak membuatnya duduk merenung dalam nestapa. Ia menindaklanjuti rasa galaunya dengan mengirim Timotius mengunjungi jemaat Tesalonika. Ia berharap Timotius bisa menasihati dan menghibur mereka (ayat 2). Rasa galaunya pun berubah menjadi sukacita setelah ia mendengar kabar dari mereka (ayat 6-7). Rasa galau itu sesungguhnya bersumber pada cintanya kepada orang-orang yang ia layani. Perasaannya tak keruan karena ia tidak dapat mengikuti perkembangan pelayanannya. Ia juga risau kalau-kalau orang-orang yang ia layani mengalami kesulitan bertumbuh. Saya menyebut ini sebagai rasa galau yang ilahi.

Betapa berharganya rasa galau yang tidak bersumber pada diri kita sendiri. Galau yang ilahi terjadi ketika kita mencoba satu perasaan dengan Tuhan. Selama ini, seberapa dalam kita peduli dengan pelayanan kita? Pernahkah kita merasa hati tidak keruan ketika melihat orang yang kita layani tidak bertumbuh sebagaimana mestinya? Juga, karena pelayanan yang kita jalani tidak berjalan sebagaimana kita harapkan? Lalu, bagaimana selama ini kita menindaklanjuti kecemasan seperti itu?




Kita boleh merasa resah apabila kita yakin bahwa itu pun
yang sedang dirasakan Allah. 



Jumat, 15 Maret 2013

Anarki itu Setani


Pembacaan alkitab, yakobus 3:13-18

Itu bukanlah hikmat
yang datang dari atas,
tetapi dari dunia, dari
nafsu manusia, dari
setan-setan.
(YAKOBUS 3:15)
Seorang siswa SD dibentak ayahnya ketika pulang sekolah sambil menangis karena dipukul teman: “Lain kali kamu harus balas, pukul yang keras! Ini aturan keluarga kita: salah pun kamu harus pukul dia, apalagi kalau kamu benar!” Pada saya bapak itu menjelaskan: “Dunia ini keras, kalau kecil kalah melulu selamanya akan kalah.” Terdengar bijaksana, bukan? Benarkah demikian?

Jika kita menyimak kata “iri hati” di ayat 14 dan 16, kata itu bukan iri yang biasa. Istilah tersebut menunjuk pada “semangat fanatisme” yang lazim di kalangan orang zelot, yang meyakini bahwa membalas dengan kekerasan itu tindakan rohani – tindakan membela Tuhan. Doktrin  anarkis ini disebarkan oleh para pengajar mereka yang menyebut dirinya guru bijaksana (ayat 13). Yakobus mengingatkan orang Yahudi yang sedang tertindas, bahwa hikmat yang diajarkan guru-guru zelot itu berasal dari dunia, bahkan dari iblis (ayat 15). Sekali doktrin kekerasan itu dihalalkan, buahnya adalah “kekacauan dan segala macam perbuatan jahat” (ayat 16). Sebaliknya, ciri-ciri hikmat yang dari Allah adalah kelemah-lembutan (ayat 13); yang ditandai karakter dan sikap yang menyuburkan kerukunan (ayat 17); yang buahnya adalah tercapainya komunitas yang damai (ayat 18).

Kita hidup di era penuh kekerasan, bahkan dalil agama kerap digunakan. Media bahkan pernah menyebut negara ini “Republik Preman”. Mari mendoakan umat Tuhan, juga diri kita sendiri, agar menjadi agen perubahan: menghadirkan teladan kelemah-lembutan di tengah banyaknya benih kekerasan di negeri ini; menghadirkan damai ilahi di tengah suburnya bibit pemberontakan dan kejahatan.




Cara-cara damai bukanlah ciri sikap lemah dan kalah.
Itu adalah hikmat yang bersumber dari Allah.


Ditutupi Kasih


Pembacaan alitakb, amsal 10:8-12

Kebencian menimbulkan
pertengkaran, tetapi
kasih menutupi segala
pelanggaran.
(AMSAL 10:12)
“saya sering menyebalkan ya?” tanya saya selepas minta maaf kepada sahabat saya, sadar bahwa sangat sering sikap saya tidak baik, bahkan mungkin menyakiti hatinya. “Kasih menutupi banyak dosa,” ia menggeleng seraya mengutip sebuah ayat, “Aku sekarang baru bisa memahami kedalaman ayat itu,” lanjutnya sambil tertawa.

Perkataan sahabat saya membawa saya mencari dan merenungkan kembali ayat yang dikutipnya. Ternyata baik Perjanjian Lama maupun Baru memuat nasihat ini: Amsal 10:12 yang kita baca hari ini, dan 1 Petrus 4:8. “Menutupi” di sini mengandung arti “mengampuni”, tidak hanya menyembunyikan kesalahan agar tidak terlihat. Alkitab versi Bahasa Indonesia Sehari-hari menerjemahkan: “cinta kasih mengampuni semua kesalahan.” Pengampunan dalam Perjanjian Lama sering digambarkan dengan cara ini. Dosa yang ditutupi sama dengan pelanggaran yang diampuni, demikian pula sebaliknya (bandingkan Mazmur 32:1 dengan Nehemia 4:5).

Ketika benci melanda, kesalahan orang lain menjadi begitu jelas. Pernahkah Anda mengalaminya? Sering upaya meminta pendapat pihak ketika membuat kesalahan itu kian jelas, dan kebencian kian besar. Firman Tuhan mendorong yang sebaliknya. Mengasihi itu mengampuni. Saya sendiri adalah pendosa yang dosanya “ditutupi” kebenaran Kristus. Bukan karena dosa sepele di mata Tuhan, namun karena kasih-Nya yang besar memilih untuk membungkus saya dengan kebenaran-Nya daripada mengeskpos kebobrokan saya yang mempermalukan-Nya. Meski tak mudah saya berdoa agar Tuhan melingkupi hati saya dengan kasih-Nya, agar dapat berkata seperti sahabat saya: “Kasih menutupi banyak dosa”. Kiranya ini menjadi doa Anda juga.




Kasih dari Tuhan seperti kasa obat:
menutupi untuk menyembuhkan.





















Tolok Ukur Karakter


Pembacaan alkitab, 1 timotius 6:2-10

Karena akar segala
kejahatan ialah cinta uang
dan karena memburu
uanglah beberapa orang
telah menyimpang dari
iman dan menyiksa
dirinya dengan
berbagai-bagai duka.
(1 TIMOTIUS 6:10)
Richard Halverson, seorang penulis dan pendeta senat AS, pernah menulis: Yesus Kristus berbicara tentang uang lebih dari hal-hal, karena ketika tiba pada sifat alami manusia, uang memegang peran terpenting. Uang merupakan indeks yang tepat untuk menunjukkan karakter sejati seseorang. Di seluruh halaman Kitab Suci, ada korelasi yang sangat dekat antara perkembangan karakter manusia dengan cara ia menangani uangnya.

Banyak tokoh di Alkitab yang dikecam, dihukum, atau dipuji oleh Allah karena sikap mereka terhadap uang. Yudas Iskariot menghianati Tuhan Yesus demi tiga puluh uang perak. Ananias dan Safira rebah dan mati seketika setelah berdusta perihal uang yang mereka serahkan. Mereka adalah contoh orang-orang yang jatuh dalam pencobaan berkenaan dengan uang. Uang membuat mereka terjerat dalam berbagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, hingga akhirnya menyimpang dari iman dan menyiksa diri dengan berbagai duka (ayat 10). Namun, ada kisah janda miskin yang dipuji Tuhan Yesus karena memberi dari kekurangannya. Atau, jemaat Makedonia yang disebut Paulus sangat miskin, tetapi kaya dalam kemurahan (lihat 1 Korintus 8). Mereka ialah orang-orang yang pertama-tama menyerahkan hati kepada Allah, lalu uang mereka.

Uang hanya salah satu sarana yang kita perlukan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Uang adalah berkat, bukti pemeliharaan Allah atas kita. Uang harus menjadi hamba kita. Jika kita cinta uang, uang akan menjadi tuan kita. Bagaimana Anda menangani uang? Mana yang lebih Anda cintai: Allah dan firman-Nya, atau ... uang?




Allah harus menjadi Tuhan atas diri kita dan juga uang kita.



Bijak Berkata-Kata


Pembacaan alkitab, yakobus 3:1-12

Dengan lidah kita
memuji Tuhan dan Bapa
kita; mengutuk manusia
... dari mulut yang
satu keluar berkat
dan kutuk.
(YAKOBUS 3:9-10)
Sariawan. Anda pernah mengalaminya? Luka di rongga mulut ini memang rasa sakit saat minum dan mengunyah makanan, ternyata sariawan juga bisa membuat Anda kesakitan saat berbicara. Apalagi jika letaknya di lidah. Ketika menulis renungan ini, ada dua buah sariawan di lidah saya. Akibatnya, saya sangat berhati-hati ketika berbicara, minum, dan makan. Kalau tidak benar-benar penting, saya memilih untul diam. Walaupun tak mudah, itu lebih baik, daripada sakit.

Bersikap hati-hati dalam berbicara, bukanlah hal yang mudah. Apalagi dalam keadaan kesal atau marah. Kebanyakan orang lebih suka mengungkapkan kekesalan atau amarahnya lewat kata-kata. Hal seperti itu sebenarnya wajar saja. Namun sayang, keadaan emosional mudah membuat seseorang kehilangan kendali. Akhirnya, kata-kata kasar. Caci maki. Bahkan kutukan. Yakobus menegaskan fakta bahwa tidak ada orang yang sempurna dalam perkataannya (ayat 2); tidak seorang pun yang dapat menjinakkan lidah (ayat 8); lidah yang sama juga memuji Allah sekaligus mengutuki manusia (ayat 9-12). Mengerikan, bukan? Itulah sebabnya ia mengajar kita untuk mampu menguasai lidah dengan cara lambat berkata-kata dan juga lambat marah (Yakobus 1:9).

Pepatah berkata: “Lidah tak bertulang”. Kita harus belajar berhati-hati dan tidak tergesa-gesa mengucapkan sesuatu. Biarlah lidah kita dipimpin Tuhan untuk memuliakan nama-Nya dan memberkati orang-orang di sekitar kita. Bersikaplah bijak dalam berkata-kata. Setiap saat. Bukan ketika sedang sakit sariawan saja.



Orang yang berpengetahuan menahan perkataannya,
orang yang berpengertian berkepala dingin.
  

Minggu, 10 Maret 2013

Cermin Teleskop Hubble


Pembacaan alkitab, 1 raja-raja 11:1-13

Sebab pada waktu
Salomo sudah tua,
isteri-isterinya itu
mencondongkan hatinya
kepada allah-allah lain,
sehingga ia tidak dengan
sepenuh hati berpaut
kepada TUHAN, Allahnya,
seperti Daud, ayahnya.
(1 RAJA-RAJA 11:4)
Sejak peluncurannya pada 1990, teleskop antariksa Hubble telah menghasilkan foto-foto alam semesta yang menakjubkan dan membantu manusia lebih mengerti jagad raya. Namun, di minggu-minggu pertamanya beroperasi, foto-foto yang dihasilkan sempat berkualitas sangat buruk. Jauh lebih buruk yang diharapkan. Selidik punya selidik, ternyata penyebabnya adalah cermin teleskop tersebut tidak sehalus yang seharusnya. Ada kesalahan kecil dalam proses pembuatannya. Perbaikannya membutuhkan waktu tiga tahun. Kesalahan yang tampaknya sepele itu telah merusak performa teleskop Hubble dan membuang banyak waktu dan uang.

Demikian pula pengaruh dosa-dosa yang kerap kali dianggap “sepele”. Salomo memang tidak membunuh; tak merampok; tidak korupsi. Ia “hanya” mencintai dan mengawini perempuan-perempuan Moab, Amin, Edom, Sidon, dan Het (ayat 1). Benarkah itu sekedar “hanya”? Tidak! Perbuatannya mendukakan hati Tuhan, sebab Dia sudah bertitah: “Janganlah kamu bergaul dengan mereka dan mereka pun janganlah bergaul dengan kamu, sebab sesungguhnya mereka akan mencondongkan hatimu kepada allah-allah mereka” (ayat 2). Ia gagal setia kepada Tuhan, sebab istri dan gundiknya itu membuatnya tak lagi sepenuh hati berpaut kepada Tuhan (ayat 4). Penghukuman pun dijatuhkan (ayat 11-13).

Adakah kita masih memilah-milah, ada dosa besar dan dosa sepele – yang tampaknya tak merugikan dan berakibat buruk pada orang lain? Berhatilah-hatilah. Dosa, apa pun itu, adalah pemberontakan kepada Tuhan. Sesuatu yang membuat kita tak lagi berpaut kepada-Nya.  



Dosa adalah pemberontakan terhadap Tuhan.
Tidak ada pemberontakan terhadap Tuhan yang sepele.


Bukti Injil


Pembacaan alkitab, efesus 4:1-16

Sebab itu, aku, orang
yang dipenjarakan
karena Tuhan,
menasihatkan kamu,
supaya hidupmu
sebagai orang-orang
yang telah dipanggil
berpadanan dengan
panggilan itu.
(EFESUS 4:1)
Selagi jalan-jalan di sebuah mal, bahu saya ditepuk dari belakang oleh seorang wanita. Ia menawarkan jamu pelangsing perut. “Jamu ini akan mengecilkan perut Bapak dalam waktu dua minggu. Terbuat dari bahan-bahan alami. Garansi uang kembali!” Saya berhenti karena tertarik. Saat saya membalikan badan dan melihat sang tukang jamu, saya terperangah. Ternyata ia seorang yang gemuk. Seketika itu juga, saya membatalkan niat untuk membeli. “Buktikan dulu bahwa jamu itu efektif melangsingkan kamu,” gumam saya.

Demikian pula dengan Injil. Pesan Injil harus disertai dengan bukti Injil. Karakter ilahi adalah bukti Injil yang terbaik. Secara spesifik, Paulus menyebutkan kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, dan kasih yang saling membantu (ayat 2). Selain itu, kita harus memelihara kesatuan Tubuh Kristus (ayat 3-6). Bayangkan ada orang kristiani yang begitu antusias bercerita tentang Kristus, tetapi ia sendiri sombong, kasar, tidak sabar, dan tidak peduli terhadap orang lain. Atau, bayangkan sebuah gereja yang menggembar-gemborkan kasih Kristus, tetapi dipenuhi dengan permusuhan di antara jemaatnya. Siapa yang akan tertarik dengan Injil Kristus kalau kita, sebagai pembawa berita Injil, menunjukkan sikap dan perilaku seperti ini?

Bagaimana orang-orang mengenal kita atau gereja kita selama ini? Adakah mereka melihat karakter Kristus di dalam tutur-laku kita? Apakah kita rajin membangun kesehatian gereja sendiri? Karakter kita yang sudah diubahkan-Nya merupakan daya tarik bagi orang lain untuk mengenal iman kita dalam Kristus. 




Karakter orang percaya adalah kitab terbuka.
Orang akan menyimpulkan tentang Kristus
dari apa yang mereka baca melaluinya.