Kamis, 18 April 2013

Tidak Terhingga


Pembacaan alkitab, mazmur 147:1-11

Besarlah Tuhan
kita dan berlimpah
kekuatan, 
kebijaksaan-Nya
tak terhingga.
(MAZMUR 147:5)
Hang (baca: heng). Itu istilah yang sering terlontar ketika komputer macet, tidak bisa lagi memeberi respons apa-apa. Mungkin program yang dijalankan terlalu banyak atau berat. Atau, ada virus yang menghambat kerjanya. Istilah ini juga dipakai sebagian orang untuk menggambarkan bahwa mereka sedang tidak bisa berpikir lebih jauh. Mungkin karena terlalu penat atau kurang istirahat. Kondisi  hang mengingatkan kita bahwa teknologi dan manusia, secanggih apa pun, sepintar apa pun, ada batasnya.

Sebaliknya, Tuhan tidak terbatas, perenungan pemazmur melambungkan imajinasi kita untuk memahami Dia yang “tidak terhingga”. Mengumpulkan kembali umat Israel yang tercerai berai di seluruh penjuru dunia bukan hal sulit bagi-Nya (ayat 2). Memulihkan orang yang sudah tidak punya harapan hidup adalah keahlian-Nya (ayat 3). Menghitung bintang di galaksi terjauh pun mudah saja bagi-Nya (ayat 4). Menyelimuti langit dengan awan, menurunkan hujan di tempat tertentu dan menahannya di belahan bumi lainnya, membuat gunung, menumbuhkan rerumputan, memberi makan hewan-hewan di padang, semua bisa dilakukan-Nya sekaligus! (ayat 8-9). Kehebatan manusia maupun sarana-sarana yang digunakan manusia dalam berkarya tidak mengesankan-Nya (ayat 11).

Kita kerap frustasi dengan waktu yang sempit dan tanggung jawab yang banyak. Kita tidak tahu bagaimana menyikapi relasi yang rusak sementara kasih dan kesabaran kita terbatas. Kita tidak mahahadisr, otak kita tidak mahatahu. Namun, mana yang lebih sering kita andalkan? Diri kita, sesama manusia, teknologi, atau ... Tuhan yang tak terhingga? Sungguh, kita perlu senantiasa diingatkan betapa hebat dan tidak terbatasnya Tuhan kita!



Frustrasi hadir ketika kita mengandalkan sumber-sumber
yang terbatas, dan mengabaikan Dia yang tak terbatas.


Siapa yang Menentukan?


Pembacaan alkitab, lukas 4:42-44

Ketika hari siang, Yesus
berangkat dan pergi
ke suau tempat yang
terpencil. Tetapi orang
banyak mencari Dia,
lalu menemukan-Nya
dan berusaha menahan 
Dia supaya jangan
meninggalkan mereka.
(LUKAS 4:42)
Aada begitu banyak hal baik yang dapat kita kerjakan dalam hidup ini. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa kita telah mengambil keputusan yang benar dan tidak melewatkan kesempatan yang Tuhan berikan? Memilih antara yang baik dan tidak baik itu mudah. Memilih antara yang baik dan yang terbaik, itu yang sulit. Kerap kebutuhan yang besar dan dorongan banyak orang menjadi faktor yang penting bagi kita dalam mengambil keputusan. “Kami sangat membutuhkanmu di sini,” atau “Tidak ada orang lain yang akan mengerjakannya jika tidak ada kamu.” Kita pun luluh. Mungkin inilah kehendak Allah bagi saya.

Pendapat mayoritas tidak selalu sama dengan pendapat Allah. Lihat saja kita Yesus. Warga Kapernaum mendesak Dia untuk tetap tinggal di tempat mereka. Banyak hal yang bisa Yesus kerjakan di sana. Namun, Yesus malah memilih meninggalkan mereka. Yesus sangat jelas dengan penugasan Bapa-Nya. Kejelasan ini tampaknya terkait erat dengan waktu-waktu khusus yang selalu Dia ambil untuk menyepi dan berdoa (ayat 42, 5:16). Karena selalu terhubung dengan Bapa, Yesus tidak pernah kehilangan fokus-Nya. Situasi tidak pernah mengendalikan-Nya.

Jika hari ini kita mulai kehilangan fokus dan pendapat mayoritas menjadi satu-satunya andalan kita mengambil keputusan, mari memeriksa hubungan kita dengan Tuhan. Adakah kita memiliki waktu-waktu pribadi yang khusus untuk berbicara dan mendengarkan Tuhan secara teratur? Tanpa hubungan yang intim dengan Tuhan, kita tak akan memiliki kepekaan akan apa yang Dia ingin kita kerjakan. Kita bisa sangat sibuk, tetapi tidak sedang mengerjakan kehendak-Nya.



Siapa yang menentukan apa yang akan Anda kerjakan?
Anda sendiri, situasi, atau Tuhan?


Minggu, 14 April 2013

Jejak Pelayanan


Pembacaan alkitab, roma 16:1-16

Aku meminta
perhatianmu terhadap
Fabe ... Sebab ia sendiri
telah memberikan
bantuan kepada banyak
orang, juga kepadaku
sendiri ... kepada Priskila
dan Akwila .... Mereka
telah mempertaruhkan
nyawanya untuk hidupku.
(ROMA 16:1-4)
Pada 1993, Nelson Mandela bersama Presiden Frederik Willem de Klerk menerima Nobel Perdamaian atas usaha mereka untuk menghentikan politik apartheid (diskriminasi terhadap kulit hitam) secara damai di Afrika Selatan. Usahanya memulihkan keadaan bangsanya terus berlanjut setelah ia terpilih menjadi Presiden pada 1994, dengan membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (TRC-Truth and Reconciliation Commision). Langkahnya membentuk TRC ialah satu jejak karya yang selalu diingat oleh bangsanya dan dunia.

Pada zamannya, Paulus juga dikelilingi oleh orang-orang yang meninggalkan jejak pelayanan luar biasa. Dalam bacaan hari ini, Paulus mengucapkan salam kepada rekan-rekan sepelayanannya dalam cara yang unik dan luar biasa. Dia menuliskan satu per satu nama rekannya beserta dengan segala jejak kehidupan mereka yang luar biasa. Diawali ucapan salam kepada Febe yang telah memberikan bantuan bagi banyak orang (ayat 1-2); Priskila dan Akwila yang telah mempertaruhkan nyawa mereka untuk Paulus (ayat 3-4); Apeles yang telah tahan uji (ayat 10); Trifena dan Trifosa yang bekerja membanting tulang dalam pelayanan Tuhan (ayat 12); dan sebagainya. Melihat kerja keras dan buahnya, pelayanan itu bukan sekadar rutinitas, melainkan pelayanan yang memberitahukan kepada dunia bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan bagi mereka.

Ketika melihat diri dan pelayanan kita kepada Tuhan selama ini, jejak apakah yang telah kita torehkan bagi orang lain? Dapatkah jejak kita menolong orang lain melihat dan makin mengenal Tuhan? Teladan iman yang yang ditinggalkan Paulus dan rekan-rekannya kiranya menyegarkan semangat dan motivasi kita kepada panggilan Tuhan yang menjadikan kita duta Kristus di dunia.



Tinggalkanlah jejak kehidupan yang dipersembahkan bagi Kristus,
agar menjadi petunjuk bagi orang-orang untuk mengikutinya.



Pemimpin Melahirkan Pemimpin


Pembacaan alkitab, 1 raja-raja 19:19-21

Lalu Elisa
meninggalkan
lembu itu dan
berlari mengikuti
Elia ...
(1 RAJA-RAJA 19:20)
Dalam bukunya 21 Hukum Kepemimpinan Sejati, John Maxwell menuliskan bahwa sala satu karakteristik penting dari seorang pemimpin yang kerap kali dilupakan adalah melahirkan pemimpin untuk masa depan. Banyak pemimpin begitu hebat sewaktu hidupnya. Sayangnya, ketika ia lengser atau meninggal, perjuangannya turut berhenti karena ia tidak memiliki penerus yang akan mengambil alih tongkat estafet kepemimpinan.

Ayat bacaan hari ini berkisah tentang bagaimana Elia, sang nabi besar, menyiapkan Elisa yang akan menjadi penggantinya. Ada dua hal yang Elia lakukan dalam proses ini. Pertama, ia memberikan otoritas dan kepercayaan kepada Elisa (ayat 19). Ia melemparkan jubah kenabiannya yang merupakan simbol otoritas kepada Elisa. Kedua, ia melatih Elisa dari bawah—sebagai pelayannya (ayat 21). Padahal menurut beberapa penafsir Alkitab, Elisa adalah orang kaya sebagaimana ditujunjukkan dengan banyaknya ternah yang ia miliki. Namun, Elisa merendahkan diri dan “magang” sebagai pelayan Elia. Tampaknya Elia ingin menumbuhkan sikap melayani dalam diri Elisa sebelum kelak ia diresmikan menjadi seorang nabi.

Apakah Anda adalah orangtua dalam keluarga? Apakah Anda seorang pemimpin dalam gereja atau komunitas Anda? Sadarilah bahwa Anda mengemban tanggung jawab untuk menyiapkan pemimpin selajutnya. Mintalah hikmat dari Tuhan supaya Anda dapat menemukan calon penerus yang terbaik. Lalu, siapkan mereka dengan memberikan otoritas dan kepercayaan. Didiklah mereka melayani lebih dahulu sebelum Anda mewariskan tugas kepemimpinan kepada mereka.



Jadilah pemimpin yang sejati dengan melahirkan
pemimpin-pemimpin bermutu untuk masa depan.


Sabtu, 13 April 2013

Bukan Sekadar Bertahan


Pembacaan alkitab, yeremia 25:1-14

Sejak dari tahun yang
ketiga belas pemerintahan
Yosin bin Amon, raja
Yehuda, sampai hari ini,
jadi sudah dua puluh tiga
tahun lamanya, firman
TUHAN datang kepadaku
dan terus-menerus
aku mengucapkannya
kepadamu, tetapi
kamu tidak mau
mendengarkannya.
(YEREMIA 25:3)
Bernostalgia di depot soto langganan semasa kuliah, saya kagum dengan bapak yang 20 tahun lalu sudah meracik soto itu. “Kok betah, Pak, kerja di sini?” Dengan sedih beliau menjawab “Yah, gimana lagi mas, saya tidak punya keterampilan lain.” Ah, kasihan betul bapak ini. Sekadar bertahan dalam pekerjaan yang tak disukai, karena tidak tahu hal lain yang dapat ia kerjakan untuk menyambung hidup.

Nabi Yeremia menyampaikan teguran Tuhan kepada bangsanya. Hal itu dilakukannya selama 23 tahun. Jelas bukan kerja yang menyenangkan sebab kebanyakan orang tak suka ditegur. Namun, ia melakukannya terus-menerus (ayat 3). Kata ini dalam bahasa aslinya, shakam, menggambarkan sesuatu yang dilakukan dengan rajin, gigih, dan bersemangat. Yeremia tak sekadar bertahan, ia sadar betul pekerjaannya penting bagi Tuhan. Bangsanya harus ditegur agar bertobat dan tak binasa! Shakam juga dapat berarti bangun pagi dengan sengaja untuk bersiap, misalnya saat akan melakukan perjalanan jauh, berperang, atau beribadah. Tampaknya sang nabi menyiapkan tiap hari dengan berjumpa Tuhan hingga firman Tuhan terus-menerus datang padanya. Ini membuatnya dapat bertahan melewati masa-masa sukar.

Bagaimana kita menjalani pekerjaan dan pelayanan selama ini? Lebih mirip penjual soto di atas atau sang nabi? Hari ini sebagian orang telah kehilangan gairah hidup. Mereka tetap beraktivitas, tetapi tanpa hati. Sekadar bertahan. Mari mengevaluasi tujuan kita bangun dan bekerja setiap hari. Buat komitmen ulang untuk tekun menyiapkan bekal rohani tiap pagi! Mohon Tuhan memberi semangat dan hikmat bagi pekerjaan yang dipercayakan-Nya.




Tanpa Tuhan, Anda tanpa arah, Anda sekedar bertahan.
Bersama Tuhan, Anda punya semangat, Anda dituntun visi.


Mozart Pun Berlatih!


Pembacaan alkitab, 1 tawarikh 25:1-7

Jumlah mereka
bersama-sama saudara-
saudara mereka yang
telah dilatih bernyanyi
untuk TUHAN mereka
sekalian adalah ahli seni
ada dua ratus delapan
puluh delapan orang
(1 TAWARIKH 25:7)
Ssiapa yang tidak kagum dengan Wolfgang Amadeus Mozart? Genius dari Austria yang pada usia enam tahun sudah tur keliling Eropa untuk bermain biola dan piano di depan para bangsawan. Namun, tak banyak yang tahu bahwa kehebatan bermusiknya ialah buah dari rangkaian latihan yang tekun. Dalam bukunya Genius Explained, Michael Howe, psikolog dari Universitas Exeter, menemukan bahwa Mozart sudah menghabiskan waktu sedikitnya 3.500 jam untuk berlatih sebelum usianya yang keenam.

Kita kerap kali meremehkan kekuatan dari disiplin berlatih dalam pelayanan. Pada zaman Salomo, para pelayan musik di bait Allah adalah orang-orang yang terpilih. Mereka adalah para ahli seni yang pandai dan mahir bernyanyi serta memainkan alat musik. Akan tetapi, mereka pun mementingkan latihan—sebab nyanyian mereka ditujukan untuk Tuhan (ayat 7). Predikat mereka sebagai ahli seni bukanlah dalih untuk tidak berlatih. Sebaliknya, karena mereka ahli seni, maka mereka menyadari pentingnya latihan.

Apa yang sedang Tuhan percayakan kepada kita saat ini? Mari kerjakan dengan kesadaran penuh untuk terus mengasah diri setiap hari. Agar dapat menjadi pelayan-pelayan Tuhan yang handal di mana pun dan dalam bidang apa pun, kita perlu melatih kemampuan yang sudah Dia berikan dengan serius dan setia, tidak hanya mengandalkan semangat dan bakat belaka. Rencanakan dengan sengaja dan sediakan waktu untuk meningkatkan wawasan, serta melatih keterampilan, secara efektif dan terus-menerus, tidak hanya saat ada waktu luang sisa atau selagi mood. Pelayanan kita adalah bagi Dia, Sang Raja Semesta, yang patut menerima pelayanan terbaik kita.




Bagi seorang pelayan Tuhan yang sejati,
latihan bukanlah imbuhan melainkan kebutuhan.


Jumat, 12 April 2013

Siapa Mau Tolong


Pembacaan alkitab, yesaya 30:18-26

... Tentulah Tuhan
akan mengasihani
engkau, apapbila
engkau berseru-
seru; pada saat ia
mendengar teriakmu,
ia akan menjawab.
(YESAYA 30:19)
Sebuah lirik lagu Ambon bertutur, “Siapa hendak tolong beta, beta ini susah’e.” Lirik ini bercerita tentang kesedihan dan kesusahan orang yang hidup di perantauan, jauh dari sumber-sumber pertolongan yang bisa didapat dan diandalkannya.

Pertolongan. Semua orang yang pernah berada dalam kondisi terdesak dan tanpa daya tahu persis betapa berartinya hal itu. Kitab Yesaya diawali dengan keluhan terhadap bangsa yang tidak setia, hukuman demi hukuman ditimpakan, penindasan diizinkan. Akan tetapi, Tuhan masih mau mendengar seruan mereka dan memperhatikan air mata mereka. Tuhan menanti-nantikan saat untuk menyatakan kasih-Nya bagi orang-orang yang menanti-nantikan-Nya (ayat 18). Tuhan bahkan bersegera untuk menjawab seruan umat-Nya. Ia menunjukkan jalan-Nya (ayat 21) dan memberkati mereka (ayat 23-26). Ada saatnya nanti Dia membalut luka umat-Nya dan menyembuhkan bekas pukulan. Dialah sumber pertolongan itu. Pertolongan Tuhan kian nyata bagi kita saat Dia hadir dalam tubuh insani, turut merasakan kelemahan-kelemahan kita (lihat Ibrani 4:15), dan menanggung dosa kita. Betapa bersyukur kita memiliki Tuhan yang demikian!

Sebagai orang-orang yang dipanggil untuk mencerminkan Tuhan di dunia ini, setiap kita yang telah merasakan pertolongan, anugerah, dan kasih-Nya, seharusnya juga menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk menolong sesama. Tiap hari di sekitar kita ada orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Kiranya kita tidak hanya puas menjadi penonton-penonton yang duduk manis, tetapi menyediakan diri dipakai menjadi saluran berkat, membawa mereka mengenal Tuhan, satu-satunya Penolong yang sejati.



Tuhan menolong kita
agar kita dapat menolong sesama.


Pelayanan Rumah


Pembacaan alkitab, markus 1:29-34

Sekeluarnya dari
rumah ibadat itu Yesus
bersama Yakobus
dan Yohanes pergi
ke rumah Simon
dan Andreas.
(MARKUS 1:29)
Aada beberapa peristiwa dalam kehidupan Yesus, termasuk beberapa pengajaran dan mukjizat penting, dilakukan saat Yesus berada di rumah-rumah atau dipicu oleh peristiwa-peristiwa dalam rumah. Ya, rumah, bukan sinagoge tempat orang Yahudi ramai berkumpul, atau gelanggang yang menjadi pusat perhatian publik. Bacaan hari ini merupakan sebuah contoh bahwa rumah merupakan tempat yang penting bagi berlangsungnya pelayanan.

Setelah melayani di rumah ibadah pada hari Sabat, Yesus pergi ke “rumah Simon dan Andreas” (ayat 29). Sekadar bersilaturahmikah kunjungan itu? Ada kemungkinan untuk itu. Menariknya, dari kunjungan itu, setidaknya ada dua peristiwa yang dicatat. Pertama, Yesus menyembuhkan ibu mertua Petrus (ayat 31); kedua, Yesus menyembuhkan banyak orang yang menderita berbagai penyakit dan mengusir banyak setan (ayat 34). Pelayanannya, selain menyentuh keluarga Simon dan Andreas, juga menyentuh kehidupan banyak orang yang datang. Selain tempat-tempat terbuka atau tempat ibadah orang Yahudi, Yesus juga melayani di rumah-rumah; dari berbagai kalangan. Beberapa kisah lain adalah saat Dia singgah di rumah pemungut cukai, kunjungannya ke rumah Maria dan Marta, juga saat bertemu di rumah Zakheus.

Banyak orang belum memiliki hubungan dengan gereja. Atau bahkan memendam kekecewaan tertentu kepada gereja, sehingga enggan melangkah ke sana. Mari memikirkan satu aspek pelayanan penting ini: pelayanan rumah. Dengan diiringi doa, kita bisa mulai memikirkan satu-dua orang yang akan kita kunjungi, supaya ada banyak orang juga yang dijangkau bagi Kristus lewat pelayanan semacam ini—keluarga kita, sahabat, kolega. Siapa pun.



Silaturahmi itu sebuah tradisi, tetapi kunjungan murid Kristus
berpotensi menjadi misi kristiani.


Kdrt


Pembacaan alkitab, 1 petrus 3:1-7

Demikian juga kamu, hai
isteri-isteri, tunduklah
kepada suamimu ...
Demikian juga kamu,
hai suami-suami,
hiduplah bijaksana 
dengan isterimu ...
(1 PETRUS 3:1,7)
Dalam situs telaga.org, Pendeta Tadius Gunadi menegarai bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga (KdRT) adalah persoalan yang kompleks. Menurut pengamatannya, kekerasan kerap digunakan sebagai alat untuk mengekspresikan kemarahan; mengumbar kekuasaan; menyeimbangkan posisi dalam pernikahan. Apa jadinya jika nilai-nilai ini dianut oleh anggota keluarga kita?

Rasul Petrus, dalam suratnya yang pertama, mengangkat nilai-nilai yang penting dalam keluarga. Yang pertama dan diulang dalam 6 dari 7 ayat bacaan kita (dan selalu sama gemanya dalam bagian lain di Alkitab), adalah tentang ketundukan isteri kepada suami. Perhiasan terindah bagi seorang isteri adalah ketundukan kepada Allah, yang tercermin dari ketundukannya pada sang suami (ayat 3-5). Dandanan lahiriah mungkin bisa menundukkan suami sesaat, namun isteri yang hidup murni dan saleh dapat membawa suaminya menundukkan diri di bawah kebenaran firman Allah. Meski hanya satu ayat, pesan senada disampaikan pada para suami. Ketundukan pada Allah akan membawa suami menghargai isteri sebagai sesama pewaris kasih karunia-Nya, bukan memanfaatkan atau menyerang kelemahan-kelemahannya. Suami yang tidak merawat hubungan dengan isterinya dengan baik, akan mengalami kesulitan juga dalam menikmati hubungan yang indah dengan Allah (ayat 7).

Jadi, jika meneladan dan mengikuti firman Allah, keluarga semestinya bukan sasana untuk mengumbar kekerasan, baik dalam bentuk perkataan yang memojokkan, maupun tindakan fisik yang menyakitkan. Mari kembali pada rancangan Tuhan. Sama-sama menempatkan ketundukan dan kasih pada Tuhan di atas segalanya. Kiranya kasih yang bersumber dari Allah tinggal dengan limpahnya di tengah keluarga kita.



Kdrt = Kasih dalam Rumah Tangga


Kok Bisa, Ya?


Pembacaan alkitab, hakim-hakim 2:6-14

Setelah seluruh angkatan
itu dikumpulkan kepada
nenek moyangnya,
bangkitlah sesudah
mereka itu angkatan 
yang lain, yang tidak
mengenal TUHAN
ataupun perbuatan
yang dilakukan-Nya
bagi orang Israel
(HAKIM-HAKIM 2:10)
“Kok bisa, ya? Padahal orangtuanya tidak begitu.” Anda mungkin pernah mendengar ekspresi demikian ketika anak-anak muda dianggap tidak mengikuti teladan orangtuanya. Misalnya saja sang bapak pendeta, tetapi si anak terjerat narkoba; sang ibu guru Sekolah Minggu, tetapi si anak biang keributan. Herankah Anda? Atau Anda bisa melihat fenomena serupa?

Saat mengamati ayat ke-10, mungkin Anda juga bertanya, “Kok bisa, ya?” Bukankah ayat 7 mencatat bahwa sepanjang hidup Yosua dan para tua-tua yang pernah dipimpinnya, bangsa Israel setia beribadah kepada Tuhan? Bagaimana mungkin angkatan sesudah mereka tak lagi mengenal Tuhan? Kita tak tahu pasti prosesnya, tetapi akibatnya terekam jelas; terbentuk generasi baru yang melakukan kejahatan di mata Tuhan, berpaling menyembah ilah lain (ayat 11-13). Sebab itu, Tuhan murka dan menyerahkan mereka ke tangan musuh (ayat 14). Besar kemungkinan, Ulangan 6:4-9 tidak lagi diterapkan secara konsisten oleh para orangtua. Ibadah-ibadah raya mungkin tetap berlangsung, tetapi anak-anak tidak memahami apa bedanya dengan ibadah bangsa lain. Mereka mungkin melihat ritualnya, tetapi tak mengenal Tuhan-nya.

Lebih dari sekadar memperkenalkan gedung gereja dan membawa anak ke Sekolah Minggu, orangtua bertanggung jawab memperkenalkan Tuhan kepada anak-anaknya. Dari hati yang mengenal dan mencintai Tuhan, akan lahir sikap beribadah kepada-Nya. Gereja perlu lebih bersungguh hati memperlengkapi para orangtua untuk bisa mengajarkan firman Tuhan kepada anak-anak, dan makin sering mengumandangkan peringatan ini: kelalaian generasi kita dapat menyebabkan kehancuran bagi generasi berikutnya.



Pengenalan akan Tuhan yang dipelihara di tiap keluarga akan
mewariskan iman yang bertumbuh pada generasi berikutnya.