Pembacaan
alkitab, matius 16:1-4
Orang-orang yang
jahat dan tidak setia ini
menuntut suatu tanda.
Tetapi kepada mereka
tidak akan diberikan
tanda selain tanda
Nabi Yunus.
(MATIUS 16:4)
Teman saya
mengaku bahwa ia lebih senang membaca novel daripada membaca Alkitab. Novel
setebal ratusan halaman bisa dilalapnya dalam satu dua malam. “Novel lebih
mudah dipahami, sih. Kalau Alkitab,
saya takut salah tafsir,” alasannya sambil tertawa. Teman saya tidak sendiri.
Banyak orang juga merasa takut atau enggan belajar firman Tuhan, dan menganggap
jemaat awam itu cukup percaya saja apa yang dikhotbahkan para pendeta atau
dituliskan para pengarang buku rohani. Lucunya, dalam hal lain, mereka bisa sangat
kritis.
Ketika Yesus
mengatakan bahwa orang-orang Farisi dan Saduki tidak dapat membedakan tanda
zaman, itu tidak berarti mereka tidak punya kemampuan untuk memahami hal-hal
rohani. Sebaliknya, ia justru menegur mereka, karena sesungguhnya mereka sangat
pintar dalam melakukan analisis tentang hal-hal yang mereka ingin ketahui (ayat
2-3). Namun, mereka tidak menggunakan kemampuan berpikir yang sama saat melihat
berbagai tanda mukjizat yang dilakukan Yesus, dab beriman kepada-Nya.
Masalahnya terletak pada hati mereka yang “jahat dan tidak setia” (ayat 4).
Mereka tidak ingin menerima Yesus sebagai Sang Mesias dan mencari alasan dengan
meminta tanda lebih banyak.
Apakah kita juga
memakai kemampuan berpikir kita untuk hal-hal yang kita mau dan senangi saja, bukan
untuk menemukan dan menanggapi kebenaran? John Piper menyebut dosa ini sebagai
“perzinaan” pikiran. Mari berubah. Beriman pada Tuhan tidak berarti menuhankan
atau meninggalkan logika. Sebaliknya, memakai akal sehat sebaik mungkin bagi
kepentingan Pencipta yang mengaruniakannya.
Kemampuan berpikir dikaruniakan Tuhan
agar kita dapat menemukan dan merespons kebenaran.