Pembacaan alkitab, habakuk 3
...namun aku akan
bersorak-sorak di
dalam Tuhan, beria-ria
di dalam Allah yang
menyelamatkan aku.
(HABAKUK 3:18)
R
|
asanya kita kerap mendengar pernyataan
seperti ini, “Pak Pendeta A itu sebenarnya pintar, tetapi khotbahnya sulit
dimengerti.” Awalnya pujian, ujungnya kritikan, dijembatani kata sambung
tetapi. Orang itu bermaksud mengkritik, tetapi menghaluskannya dengan melontarkan
pujian dulu. Maksud utamanya ya pernyataan
sesudah kata tetapi itu: kritikan.
Alkitab juga banyak memuat “jembatan “tetapi”,
namun dengan maksud yang sama sekali berbeda. Ratapan Habakuk, misalnya. Nabi ini
meratapi kondisi bangsanya yang memprihatikan. Ia tidak menyanggah kenyataan
kasat mata yang memilukan dan mengecewakan di sekitarnya. Pohon ara tidak
berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan,
ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari
kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang (ayat 17). Hanya saja, ia
tidak berkutat di situ. Dengan meniti “jembatan tetapi”, ia mengarahkan
pandangan pada penyelamatan dan pemeliharaan Allah: “...namun aku akan
bersorak-sorak di dalam Tuhan” (ayat 18). Kita dapat menyebutnya sebagai “tetapi
yang kudus” dan kita dapat menerapkannya dalam keseharian kita.
Anda menghadapi kondisi yang mengecewakan,
tidak sesuai dengan harapan Anda? Anda tidak perlu melarikan diri dari
kenyataan ini; Anda hanya perlu meniti “jembatan tetapi” untuk mengarahkan
pandangan pada kebenaran Allah. Misalnya, “Tuhan, aku sulit mengampuni si A dan
aku tahu aku tidak mampu mengampuninya dengan kekuatanku sendiri. Tetapi,
kasih-Mu begitu besar dan tidak terbatas. Alirkanlah kasih-Mu itu melalui
diriku.” Maka, seperti terang mengusir kegelapan, kebenaran Allah yang kekal
pada akhirnya akan menelan kenyataan yang fana.
Hadapi
kenyataan hidup
dengan
berfokus pada kebenaran Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar