Rabu, 30 Mei 2012

Manusia Tanpa Dosa


Pembacaan alkitab, yohanes 8:42-47


Siapakah di antaramu
yang membuktikan 
bahwa Aku berbuat 
dosa? Apabila Aku
mengatakan kebenaran,
mengapa kamu tidak
percaya kepada-Ku?
(YOHANES 8:46)


S
eorang guru sekolah minggu bertanya di kelasnya “Siapa di antara kalian yang belum pernah berbohong?”  Seorang anak dengan cepat mengancungkan tangannya. Ketika semua mata memandangnya dengan kagum, perlahan ia menurunkan tangan sambil berbisik lirih, “maaf, saya telah berbohong”.
Ketika Tuhan Yesus menantang orang untuk menunjukan adanya dosa yang pernah Dia perbuat (ayat 46), tak seorang pun yang bergegas bisa menyebutnya. Tantangan ini diberikan Yesus bukan di tempat asing atau di tempat yang baru ditinggali-Nya. Dia telah lama bersama-sama dengan orang-orang itu. Kalau selama bertahun-tahun tidak ada seorang pun yang dapat merekam satu kesalahan pun dari diri-Nya, ini sungguh membuktikan kesempurnaan hidup-Nya. Keberanian-Nya untuk mengajukan tantangan ini juga menunjukan kayakinan-Nya akan ketidak-berdosaan-Nya. Dengan demikian, setiap perkataan yang keluar dari mulut-Nya adalah kebenaran. Kekudusan hidup-Nya ditopang utuh oleh perkataan, pikiran, dan perbuatan-Nya yang tanpa cela.
Sebagai pribadi yang tidak berdosa, Tuhan Yesus tidak memerlukan penebus bagi diri-Nya dan sekaligus Dia memenuhi syarat untuk menjadi penebus. Kita bersyukur mengalami karya sempurna dari Tuhan Yesus. Biarlah kecemerlangan dan kesempurnaan Tuhan Yesus menjadi inspirasi dan pendorong bagi kita untuk hidup kudus. Mari tingkatkan rasa hormat akan kekudusan Allah dengan mengupayakan hidup yang murni dan bersih dari hari ke hari.


Mari hormati kekudusan Tuhan
dengan hidup sebagaimana Yesus hidup.



Sabtu, 19 Mei 2012

Berpuasa yang Kukehendaki


Pembacaan alkitab, yesaya 58:1-12


Bukan! Berpuasa
yang Kukehendaki,
ialah supaya engkau
membuka belenggu-
belenggu kelaliman,
dan melepaskan tali-tali
kuk, supaya engkau
memerdekakan orang
yang teraniaya dan
mematahkan setiap
kuk...
(YESAYA 58:6)


A
pa yang Anda pikirkan saat mendengar kata “puasa”? Saya langsung membayangkan tidak makan dan minum dalam kurun waktu tertentu, disertai doa-doa yang – kata orang – lebih “ampuh” dari pada biasanya. Bagaimana seharusnya kita berpuasa?
Alkitab mencatat apa yang Tuhan kehendaki ketika umat-Nya berpuasa. Menegakkan kebenaran, berbelas kasih kepada sesama (ayat 6-7). Tidak melakukan yang memberatkan sesama, apalagi mencelakakan (ayat 9). Menahan diri tidak menikmati apa yang diinginkan diri sendiri, tetapi memberikannya untuk memenuhi kebutuhan orang yang tak berdaya (ayat 10). Betapa Tuhan berang ketika umat-Nya menjalankan puasa hanya sebagai ritual belaka, dan menuntut Tuhan menjawab doa karena mereka merasa sudah melakukan kewajiban yang diminta (ayat 1-3). Kelihatannya saja meraka tidak takut melakukan apa yang jahat, seolah-olah Tuhan tidak ada (ayat 4-5).
Tuhan berjanji menyertai, bahkan memuaskan kebutuhan kita, ketika dalam puasa kita merelakan bagian kita untuk memenuhi kebutuhan orang lain (ayat 11). Sikap kita dinyatakan “membangun reruntuhan” yang sudah lama tak bisa dihuni (ayat 12). Belas kasihan dapat menembus hati yang keras hingga mereka juga dapat mengenal hidup yang berkenan kepada Tuhan. Betapa baiknya jika kita mengambil waktu untuk berdoa puasa dan menjalankannya seperti yang Tuhan kehendaki. Kita ditolong makin bertumbuh mengasihi dan makin mengandalkan-Nya; sesama pun di bawah makin mengenal-Nya melalui kasih kepada mereka.

Puasa, pertama-tama mengubah manusia,
bukan mengubah Allah.
 


Agar Doa Tak Terhalang


Pembacaan alkitab,1 petrus 3:8-12


"Sebab mata Tuhan
tertuju kepada orang-
orang benar, dan
telinga-Nya kepada
permohonan mereka
yang minta tolong,
tetapi wajah Tuhan
menentang orang-orang
yang berbuat jahat."
(1 PETRUS 3:12)


P
ernahkah Anda merasa begitu sulit untuk berdoa? Saya pernah. Dan hari-hari itu mengerikan. Saya bisa kelihatan sedang berdoa, berusaha merangkai kalimat-kalimat doa, tetapi sebenarnya saya tidak sedang terhubung dengan Tuhan. Firman Tuhan sebenarnya sudah memperingatkan kita tentang hal ini.
Persis sebelum bagian yang kita baca, Petrus mengingatkan para suami untuk mengasihi dan menghormati istrinya agar doanya tidak terhalang. Lalu, Petrus meneruskan nasehatnya kepada seluruh jemaat agar mereka hidup dalam kasih dan damai, menjauhi yang jahat, karena Tuhan tidak akan mendengar permohonan orang-orang jahat (ayat 12). Jika kita meneruskan hingga 1 Petrus 4: 7, sekali lagi kita menemukan bahwa Petrus menasihati jemaat untuk menguasai diri dan menjadi tenang supaya dapat berdoa. Dapatkah Anda melihat kesamaannya? Ada cara hidup yang menghalangi doa, ada cara hidup yang menolong kita memiliki kehidupan doa yang baik. Pesan ini diulang-ulang Petrus dalam suratnya.
Bayangkan Tuhan mendengar saya berdoa memohon damai sejahtera, tetapi setiap hari mengisi pikiran dan hati saya dengan kekecewaan dan kepahitan. Saya mohon hubungan yang penuh kasih, sementara saya sendiri tidak mau mengasihi. Menggelikan bukan? Bagaimana saya menuntut Tuhan mendengar doa saya, sementara hidup saya menunjukkan bahwa saya tidak serius dengan apa yang saya doakan? Tuhan memanggil anak-anak-Nya untuk hidup dalam kebenaran. Adakah hal-hal yang harus Anda bereskan di tengah keluarga, rekan kerja, persekutuan orang percaya, supaya doa Anda tidak terhalang?

Jika serius dengan Tuhan, kita akan serius dalam doa;
Jika serius dengan doa, kita akan serius dalam cara kita hidup.







Kamis, 17 Mei 2012

Tersungkur Untuk Bersyukur


Pembacaan alkitab,lukas 17:11-19

Salah seorang dari
mereka, ketika melihat
bahwa ia telah sembuh,
kembali sambil
memuliakan Allah
dengan suara nyaring,
lalu sujud di depan kaki
Yesus dan mengucap
syukur kepada-Nya.
Orang itu orang Samaria.
(LUKAS 17:15-16)


P

engemis buta duduk di emper toko. Di sebelahnya, ada papan bertuliskan, “ Saya buta, kasihanilah saya”. Pria tua menghampirinya dan mengganti tulisan di papan, “ Hari ini indah, sayangnya saya tidak bisa melihatnya”. Tulisan di papan itu mengungkapkan hal yang sama, tetapi dengan cara berbeda. Yang pertama mengatakan bahwa pengemis itu buta; yang kedua mengatakan bahwa orang yang lalu-lalang sangat beruntung bisa melihat. Akhirnya, banyak orang memberi koin kepada pengemis itu setelah tulisannya diganti. Orang-orang itu bersyukur.
Bersyukur dan memuliahkan Allah, itulah yang sedang diajarkan Yesus. Sepuluh orang sakit kusta memohon kesembuhan (ayat 13). Namun, Tuhan malah meminta mereka pergi memperlihatkan diri kepada imam (ayat 14). Dan, semua sembuh di tengah perjalanan. Adakah yang kembali kepada Dia? Ada! Namun, satu orang samaria – yang kembali sambil memuliakan Allah dengan nyaring (ayat 15). Ia sujud; mengucap syukur di kaki Yesus, sebab ia bisa kembali menjalani kehidupan normal. Bagaiman dengan kesembilan orang lainnya? Datang kepada imam dan menunjukan diri bahwa tahir lebih penting dari pada kembali dan bersyukur kepada Yesus.
Anugerah Allah yang “menyembuhkan” kita dari “penyakit” dosa dan maut semestinya mewujud dalam ucapan syukur: Mari melihat kembali isi doa kita. Dari sekian banyak doa permohonan, adakah ucapan syukur mengalir? Allah layak menerima syukur kita. Dia layak dimuliakan karena Pribadi-Nya dan karena apa yang telah Dia perbuat bagi kita. Selamat bersyukur.


Syukur merupakan pengakuan bahwa segala yang ada 
dan terjadi pada kita adalah berkat Tuhan.






Mengapa Tuhan?


Pembacaan alkitab, yoel 2:18-27
"Kamu akan
mengetahui...
bahwa Aku ini,
TUHAN adalah
Allahmu dan tidak
ada yang lain..."
(YOEL 2:27)

K
itab Yoel adalah kitab yang menarik sekaligus menggentarkan hati karena sarat dengan berita penghukuman. Kita dapat membaginya dalam dua bagian besar. Pasal 1-2 berbicara tertang bagaimana Israel akan dihukum, supaya mereka menaruh hormat hanya kepada Tuhan. Pasal 3 menggambarkan bagaimana bangsa-bangsa menolak untuk menghormati Tuhan juga akan dihukum.
Apa alasannya Tuhan mendatangkan hukuman kepada umat-Nya sendiri? Sejak pasal 1: 1 hingga 2: 11, Yoel hanya menggambarkan bahwa hukuman Tuhan itu dahsyat, seperti wabah belalang yang menghabiskan segala hasil ladang, demikian musuh akan menghancurkan negeri itu. Namun, mengapa? Jelas bukan karena benci, karena di ayat 12-24, Tuhan berkata: “ Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu ...” Tuhan masih sayang kepada umat-Nya. Yang Dia inginkan adalah segenap hati mereka. Bacaan hari ini menegaskan maksud Tuhan. Tuhan tak mau umat-Nya mendua hati (ayat 18). Penghukuman itu di izinkan Tuhan agar umat-Nya belajar bahwa hanya Tuhan satu-satunya yang patut di sembah (ayat 17).
Ketika hati kita mulai berpaling dari Tuhan, Dia akan bertidak untuk membawa kita kepada pertobatan, mungkin kita mulai mengadalkan diri sendiri dan doa rasanya tidak perlu lagi, lalu Tuhan mulai mengizinkan masalah datang. Hubungan-hubungan rusak. Kita frustasi, kehilangan damai di hati. Jika Anda mengalaminya, inilah saat untuk kembali. Tuhan menghendaki hati kita 100%. Dia tidak ingin hanya menjadi Tuhan hanya untuk hari minggu, hanya ketika kita makan atau bangun tidur, tetapi dalam keseluruhan hidup kita.

Penghukuman Tuhan bukan untuk menghancurkan anak-anak-
Nya, tetapi menghancurkan hati mereka agar berbalik pada-Nya.




Senin, 14 Mei 2012

Solusi Rasa Takut


Pembacaan alkitab,amsal 14:26-35

Dalam takut
akan TUHAN ada
ketenteraman yang
besar,bahkan ada
perlindungan bagi
anak-anak-Nya.
(AMSAL 14:26)

J
ika merasa takut, kepada siapa Anda akan pergi? Kemenakan saya tanpa ragu akan menjawab: “Papa!” kenapa? Karena Papa tidak takut! Mau ada hujan badai di luar, mati listrik semalaman,asal bersama papanya ia bisa tidur tenang. Ya, jika merasa takut, baik anak-anak maupun orang dewasa akan mencari perlindungan kepada orang tidak takut, bisa menenteramkan hati kita yang kalut. Namun, bukankah tak ada manusia yang seratus persen bebas dari rasa takut? Yang berani dengan hujan badai mungkin ciut dengan krisis ekonomi. Yang tak takut harimau bisa jadi kalut saat menghadapi sakit keras. Lalu dari mana kita bisa memperoleh ketentraman sejati di kala takut?

Salah satu ayat Firman Tuhan yang kita baca hari ini menjawab: “dalam takut akan Tuhan” (ayat 26). Sebuah nasihat yang kalau dipikir-pikir lagi agak janggal. Bagaimana rasa takut diobati dengan “rasa takut” lainnya? Seorang pengkhotbah mendefinisikan rasa takut akan Tuhan sebagai: “takut” untuk tidak menghormati atau memercayai Tuhan. Artinya, kita menghormati Tuhan dengan percaya ketika Dia berfirman: “Jangan takut, sebab Aku menyertai engkau,” (Yesaya 41: 10). Kita tidak meragukan Tuhan yang berjanji: “ Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau” (Ibrani 13: 5).

Ketakutan apa yang Anda miliki saat ini? Solusi rasa takut dalam hal apa pun adalah takut akan Tuhan. Memercayakan diri kepada manusia yang terbatas dan bisa berubah, cepat atau lambat kita akan kecewa. Sebaliknya, Tuhan, pencipta semesta, kuasa-Nya tidak terbatas dan tidak berubah. Takutlah untuk memercayai-Nya, bukan yang lain.




Dalam takut akan Tuhan,
segala ketakutan dikalahkan.





Bukan Sosok Tak Berdaya


Pembacaan alkitab, yohanes 10:11-21

Tidak seorang pun
mengambilnya dari
Aku, melainkan Aku
memberikannya
menurut kehendak-Ku
sendiri. Aku berkuasa
memberikannya dan
berkuasa mengambilnya
kembali. Inilah perintah
yang Kuterima dari
Bapa-Ku".
(YOHANES 10:18)

P
askah tiba. Horeee ... seru banyak anak. Saatnya mendapat telur Paskah. Berbagai gereja mungkin punya ragam tradisi dalam menyambut Paskah. Namun, bagaimana Paskah membuat perbedaan dalam hidup kita?

Bacaan hari ini memuat salah satu pernyataan Yesus yang sangat gamblang tentang diri-Nya. Dia menggambarkan diri sebagai gembala yang baik, yang memberikan nyawanya bagi domba-domba-Nya (ayat 11). Gambaran ini mungkin membangkitkan keharuan. Kalau Dia sudah begitu mengasihi kita hingga menyerahkan nyawa-Nya, bukankah sudah seharusnya kita balas kebaikan-Nya? (ayat 17-18) membuyarkan konsep ini. Yesus yang mati dan bangkit bukanlah sosok tak berdaya dan memerlukan pertolongan kita. Dia punya kuasa atas nyawa-Nya – kalau Dia mati, itu karena Dia memutuskan untuk memberikannya; dan kalu Dia bangkit, itu karena Dia punya kuasa untuk mengambilnya kembali. Para pendengar-Nya tercengang (ayat 19-21). Engkau kerasukan setan dan gila, Yesus ! siapa yang punya kuasa seperti itu? Namun, itulah faktanya. Yesus yang kita rayakan kebangkitan-Nya bisa bangkit karena Dia Tuhan, yang memiliki kuasa atas kehidupan dan kematian.

Dan, bukankah itu seharusnya memberi perbedaan yang besar dalam hari-hari yang kita jalani? Kalau Yesus menggenggam kehidupan dan kematian di tangan-Nya, adakah hal lain yang di luar kendali-Nya? Pasangan yang sulit, penyakit yang berat, masa depan yang tak menentu, hidup setelah kematian. Paskah membuka mata kita kepada Siapa kita berpaling. Ya, kepada Yesus, Sang Pemilik hidup-mati kita.



Kepada siapa diri ini sepenuhnya kuserahkan
kalau bukan kepada Pemegang kendali kehidupan dan kematian?


  

Rabu, 02 Mei 2012

Berani Ambil Risiko


Pembacaan alkitab, lukas 23:50-56

Ia pergi menghadap
Pilatus dan meminta
mayat Yesus. Sesudah
menurunkan mayat
itu, ia mengafani-Nya
dengan kain lenan, lalu
membaringkan-Nya di
dalam kubur yang digali
di dalam bukit batu,
 di mana belum pernah
dibaringkan mayat.
(LUKAS 23:52-53)


D
alam dunia bisnis ada pepatah “High risk high gain”, makin besar resiko yang diambil, makin besar pula hasil yang diperoleh. Dalam pengambilan keputusan, ada orang yang bertipe “risk taker” (pengambil risiko), ada pula yang “safety player” (pemain aman). Hal yang sama rupanya bisa dijumpai juga dalam menyatakan iman. Ada yang memilih bermain aman, tetapi ada pula yang berani mengambil resiko.

Yusuf dari Arimatea termasuk orang yang beriman yang berani ambil risiko. Perhatikan apa yang ia lakukan: ia mengurus segala sesuatu agar Yesus menerima penguburan yang layak (ayat 52-53). Sebelum peristiwa ini nama Yusuf dari Arimatea tidak pernah disebutkan, apa lagi dinyatakan sebagai pengikut Kristus. Ia adalah anggota Majelis Besar (ayat 50), sutradara di balik penyaliban Yesus. Bertentangan dengan putusan majelis yang membuat Yesus tampak sebagai penjahat, Yusuf memperlakukan Yesus sebagai Pribadi Terhormat. Tindakannya memperlihatkan iman, kasih, dan keberpihakan pada Yesus tengah komunitas yang membencinya. Tidakkah itu beresiko merusak reputasi kedudukannya?

Dipandang dari keseluruhan kisah, peran Yusuf dari Arimatea tampak sederhana. Namun, bandingkanlah sifatnya dengan murid-murid lain yang justru bersembunyi karena takut disangkutpautkan dengan Yesus (lihat Matius 26: 56). Iman membuat Yusuf berani mengambil resiko dalam bertindak. Apabila iman kita membuat kita harus mempertaruhkan nama baik, harga diri, jabatan, bahkan nyawa kita, beranikah kita mengambil sikap seperti murid Yesus ini? Selamat beriman!


Apa yang kita yakini mendatangkan keberanian dalam bersikap.
Apa yang Anda yakini tentang Yesus?



Tersalib Oleh Kita


Pembacaan alkitab, 1 petrus 2:18-25

Ia sendiri telah memikul
dosa kita di dalam
tubuh-Nya di kayu salib,
supaya kita, yang telah
mati terhadap dosa,
hidup untuk kebenaran.
Oleh bilur-bilur-Nya
kamu telah sembuh.
(1 PETRUS 2:24)


D
alam lukisannya yang berjudul “The Raising of the Cross”, Rembrandt melakukan sesuatu yang tidak lazim dalam dunia lukis di Eropa saat itu. Ia melukis dirinya sendiri sebagai salah satu yang menyalibkan Kristus. Kesedihan menggelantung di raut wajahnya. Namun, kedua tangannya bersemangat memegang kayu salib. Melalui lukisan ini, ia menyampaikan sebuah paradoks. Ia tidak suka Kristus disalibkan, tetap dosanyalah yang membuat Kristus naik keatas kayu salib.

Jauh sebelum Rembrandt lahir, Rasul Petrus telah memahami kebenaran ini. Walau Kristus mati dengan cara disalibkan – sebuah eksekusi yang hanya ditujukan bagi para kriminal kelas kakap hukuman mati-Nya bukanlah karena Dia adalah seorang penjahat. Dengan tegas Petrus menyatakan bahwa Kristus tidak berbuat dosa (ayat 22). Bahkan, selama Yesus menjalani hukuman, Dia tidak mengeluarkan caci maki dan erangan kemarahan sebagaimana yang sering dilakukan oleh para terpidana mati zaman itu (ayat 23).mengapa Dia harus mati terslibkan? Karena Dia hendak memikul dosa-dosa kita (ayat 24). Dia menggantikan kita untuk menanggung hukuman dosa kita supaya kita “sembuh”; supaya kita keluar dari ketersesatan kita dan kembali kepada Bapa surgawi (ayat 24-25).

Ketika kita memandang salib, apakah kita hanya melihat Kristus dan kerumunan orang-orang yang membenci-Nya? Adakah, seperti Rembrandt, kita melihat diri kita pun hadir disitu dan turut menyalibkan Dia? Berlututlah di bawah salib itu dan katakanlah dari hatimu, “Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau rela mati bagiku!”


Kasih yang agung! Bagaimana bisa Engkau
Tuhanku, terus mati bagiku!


Selasa, 01 Mei 2012

Beritakan Kematian-Nya


Pembacaan alkitab, 1 korintus 11: 17-34

Sebab setiap kali
kamu makan roti ini
dan minum cawan ini,
kamu memberitakan
kematian Tuhan
sampai ia datang
(1 KORINTUS 11:17-34)


C
oba perhatikan sikap jemaat, termasuk diri kita sendiri, saat mengikuti Perjamuan Kudus. Beberapa orang melakukannya dalam rutunitas dan tanpa rasa. Bahkan, beberapa orang lebih membahas tentang rasa anggur dan jenis roti yang dipakai, yang mungkin tak sesuai dengan seleranya. Tak pelak lagi, di banyak gereja, Perjamuan Kudus nyaris kehilangan maknanya.

Jemaat di Korintus juga sempat mengalami hal yang sama. Mereka melakukan rutinitas Perjamuan Kudus tanpa menghayatinya (ayat 20). Paulus mengingatkan, Perjamuan Kudus diperintahkan oleh Kristus sendiri, dan setiap kali kita makan roti dan minum anggur, kita sebenarnya sedang memberitakan kematian Tuhan (ayat 23-26). Kematian ini tidak akan pernah sama dengan kematian siapapun. Bahkan kematian akibat tidak mampu melawan maut yang menjemput, melainkan kematian yang direncanakan dan digenapi sebagai wujud kasih yang besar. Tubuh yang tercabik dan darah yang tercurah bercerita tentang luputnya manusia yang berdosa dari murka Allah oleh pengorbanan Kristus. Melalui Perjamuan Kudus, jemaat Tuhan memberitakan kematian-Nya sampai Dia datang kembali (ayat 26).

Sebab itu, tak boleh kita mengangkat roti dan cawan dengan sikap remeh, apalagi angkuh. Kita adalah sesama pendosa yang menerima anugerah pengampunan melalui kematian Yesus. Tiap kali menghadap meja perjamuan, izinkan berita ini memenuhi sanubari kita dengan rasa takjub sekaligus hormat kepada Tuhan. Banyak orang yang belum memahami dan mengalami karya-Nya. Kitalah yang seharusnya memperkenalkan makna roti dan cawan kepada mereka.



Yesus sudah mati bagi kita supaya kita hidup bagi Dia.
Mari menjadi pewarta kematian-Nya hingga Dia datang.