Pembacaan alkitab, 1 tesalonika 3:1-13
Itulah sebabnya, ketika
tidak dapat tahan lagi,
aku mengirim dia,
supaya aku tahu tentang
imanmu, karena aku
khawatir kalau-kalau
kamu telah dicobai oleh
si penggoda dan kalau-
kalau usaha kami
menjadi sia-sia.
(1 TESALONIKA 3:5)
Galau. Ini istilah yang
ingin menunjukkan sebuah perasaan yang tidak keruan, tidak tenang, atau risau,
apapun penyebabnya. Ketika seseorang menjumpai sebuah kondisi yang membuat ia
merasa tak keruan dan tak tenang, sepertinya ia berhak merasa galau. Namun,
mungkin saja setelah ditelusuri, sebenarnya rasa galau bisa berasal dari hal
yang sangat sepele dan kurang tepat dijadikan penyebab kegalauan.
Paulus pernah galau dan itu sangat
memengaruhi perasannya. Namun, kegalauan itu tak membuatnya duduk merenung
dalam nestapa. Ia menindaklanjuti rasa galaunya dengan mengirim Timotius
mengunjungi jemaat Tesalonika. Ia berharap Timotius bisa menasihati dan
menghibur mereka (ayat 2). Rasa galaunya pun berubah menjadi sukacita setelah
ia mendengar kabar dari mereka (ayat 6-7). Rasa galau itu sesungguhnya
bersumber pada cintanya kepada orang-orang yang ia layani. Perasaannya tak
keruan karena ia tidak dapat mengikuti perkembangan pelayanannya. Ia juga risau
kalau-kalau orang-orang yang ia layani mengalami kesulitan bertumbuh. Saya
menyebut ini sebagai rasa galau yang ilahi.
Betapa berharganya rasa galau yang tidak
bersumber pada diri kita sendiri. Galau yang ilahi terjadi ketika kita mencoba
satu perasaan dengan Tuhan. Selama ini, seberapa dalam kita peduli dengan pelayanan
kita? Pernahkah kita merasa hati tidak keruan ketika melihat orang yang kita
layani tidak bertumbuh sebagaimana mestinya? Juga, karena pelayanan yang kita
jalani tidak berjalan sebagaimana kita harapkan? Lalu, bagaimana selama ini
kita menindaklanjuti kecemasan seperti itu?
Kita boleh merasa resah apabila kita yakin bahwa itu pun
yang sedang dirasakan Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar